Saturday, April 4, 2020

MERDEKA BELAJAR

Merdeka Belajar


Begini penjelasan Bapak Nadiem, Merdeka belajar usulan Nadiem, memiliki maksud bahwa guru merdeka memiliki makna unit pendidikan atau sekolah guru dan muridnya mempunyai kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif. Bisa dikatakan ini adalah otonomi pendidikan


PADA pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-empat, secara ekplisit menyatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi beban untuk kebaikan pemerintahan Indonesia. Dalam historis perkembangan pendidikan Indonesia, memang sejak dulu Indonesia jauh tertinggal pendidikannya dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan beberapa negara di Asia. Sehingga pada zaman kolonialisme dulu banyak pemikir dari Indonesia itu belajar ke luar negeri untuk belajar dan kalaupun ada di Indonesia sekolah-sekolah itu hanya untuk orang-orang Belanda dan keluarga Indonesia yang tergolong kaum ningrat.
Setelah Indonesia merdeka pendidikan itupun mulai di bangun, pada zaman orde lama, orde baru dan hingga saat ini mencerdaskan kehidupan bangsa mengarah pada arah yang semakin baik namun tetap saja kurang maksimal, perubahan kebijakan-kebijakan melakukan penyeimbangan pendidikan di seluruh Indonesia turut di upayakan demi beban menunaikan beban moral pemerintahan yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut,tetapi sampai saat ini memang kualitas pendidikan negara Indonesia masih saja teringgal dari negara-negara lain, apakah ini faktor sejarah? Atau faktor tipologi pendidikan Indonesia? dan mungkin saja psikologi pendidikan Indonesia yang sangat berbeda?.
Memang dalam perjalan Indonesia menapaki tiap zaman, pendidikan dalam perubahan yang mengarah pada kemajuan. Ini dibuktikan beberapa kebijakan pemerintah mulai dari program wajib belajar, beasiswa kepada masyarakat kurang mampu dan program-program yang mengupayakan peningkatan kualitas sejauh ini sudah di lakukan, tapi yang menjadi pertanyaan besar adalah kemana arah pendidikan Indonesia saat ini, dan kenapa kemudian pendidikan Indonesia melakukan perubahan-perubahan sistem apa urgensinya sehingga perubahan sistem itu di lakukan, padahal menurut perspektif penulis sistem itu tidak perlu dirubah yang perlu dirubah itu adalah orang orang yang menjalankan sistem itu sendiri dalam pengaktualisasiannya.
Pada dasarnya sistem itu dibuat ketika memang dijalankan dengan benar maka tujuan dari sistem itu sendiri akan tercapai, perlu penegasan dalam menjalankan revolusi mental bagi tiap-tiap orang yang di pertanggungjawabkan untuk menjalankan peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri dan butuh penataan yang baik secara kompleks hingga ke daerah-daerah sehingga pendidikan itu sama tupoksinya di konsumsi oleh masyarakat, selanjutnya perlu sebuah penetapan untuk tujuan pendidikan tersebut, bercermin dari sejarah bahwa dulu pendidikan di Yunani itu diarahkan dengan tujuan pertahanan saja sehingga sistem pendidikan mereka diatur secara sistematis dan terfokus kepada pertahanan.
Di Indonesia, penulis sendiri mempertanyakan arah pendidikan kita di konsep kemana? Mungkinkah ke ekonomi politik atau seperti Yunani kuno dulu ke pertahanan, atau mungkin saja melihat kondisi sekarang ini banyak sekali disiplin ilmu yang ada di Indonesia, arah pendidikan kita lebih kepada meningkatkan semua sektor. Namun dalam pengamatan penulis arah pendidikan kita kurang terfokus sehingga memang tiap disiplin ilmu itu tidak dapat teraktualisasikan secara maksimal dalam mewujudkannya dan pendidikan di setiap wilayah itu belum merata, ini mungkin alasan yang sangat fundamental kenapa kemudian dalam pengejawantahan beban moral pemerintah itu sampai sekarang ini masih dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Di masa sekarang ini dibawah kekuasan Presiden Joko Widodo, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yaitu oleh Bapak Nadiem Makarim. Mengeluarkan kebijakan yang dianggap masyarakat banyak sangat revolusioner sehingga kebijakan ini hangat di bicarakan di ruang publik. Yaitu program “Merdeka Belajar” program ini diwujudnyatakan dalam kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN) mulai tahun 2021 diganti dengan sistem penilaian Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter, ”Asesmen kompetensi minimum adalah kompetensi yang benar-benar minimum dimana kita bisa memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum”, kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam peluncuran empat pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar’, di Jakarta, Rabu (11/12/2019)
Banyak argumentasi bapak Nadiem Makarim yang menguatkan kebijakan merdeka belajar yang mau di terapkan yaitu beliau mengatakan bahwa di masa sekarang ini nilai bukanlah penentu kompetensi seseorang, akreditas bukan juga menjadi tolak ukur kemampuan yang baik, kurang lebih seperti itu penyampaiannya, dan banyak juga dukungan atas kebijakan ini mulai masyarakat luas baik dari pendidik maupun siswa dan mahasiswa, namun tidak luput juga dari kalangan masyarakat yang kurang setuju dengan kebijakan ini yang beranggapan bahwa nantinya ketika kebijakan itu berlangsung banyak siswa yang terlalu santai dalam belajar karena tidak lagi memikirkan Ujian Nasional (UN) yang sebetulnya itu adalah sebagai tolak ukur kemampuan kompetensi secara nasional yang soal-soalnya di sesuaikan dengan kurikulum yang berlaku pada tiap-tiap zamannya.
Rocky Gerung pernah mengatakan “bahwasannya ijazah itu menandakan bahwa kita pernah sekolah bukan membuktikan bahwasannya kita pernah berpikir”. Argumentasi ini senada dengan apa yang mau diupayakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini. Peningkatan mutu sumber daya manusia menghadirkan masyarakat yang kaya akan kreatifitas dalam pengaktualisasian ilmunya sendiri dan memaksa supaya tidak berpikir monoton merupakan tujuan yang paling utama dalam perubahan kebijakan pendidikan saat ini. Fokus pada peningkatan tiga indikator yaitu numerasi, merupakan peningkatan kemampuan penguasaan tentang angka-angka, literasi yaitu kemampuan menganalisa bacaan, dan memahami di balik tulisan tersebut dan pembinaan karakter yanitu melakukan pembelajaran gotong royong ke-bhinnekaan dan sebagainnya.
Konsep “Merdeka Belajar” ini juga belum menentukan arah dari pendidikan kita kemana apakah konsep merdeka belajar ini menuntut pendidikan itu berkontribusi untuk peningkatan ekonomi sehingga menuntut siswa ini belajar dengan bebas, penulis bukan bermadsud pesimis terhadap kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini namun kita perlu melihat sejarah itu menjadi bahan pembelajaran kedepannya bahwa dari dulu pendidikan kita tidak terlalu difokuskan untuk apa, melainkan pendidikan itu terbagi ke beberapa bidang sehingga satupun masalah sosial yang ada di Indonesia ini belum ada seutuhnya yang dapat selesai. Karena pendidikan itu disiapkan untuk mengatisipasi masalah-masalah sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Jangan sampai kebijakan ini nantinya jauh panggang dari api, jauh kenyataan dari konsep yang sudah di buat. Perlu ketelitian juga dalam melihat situsi psikologi pendidikan yang ada di negara kita, karena tiap wilayah yang berbeda di Indonesia ini juga berbeda juga akalnya. Sebelum mengubah sistem pendidikan kita perlu melakukan pendekatan psikologi pendidikan, dan juga sangat perlu penegasan revolusi mental terhadap tenaga pendidik dan yang dididik supaya tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai secara maksimal
Penulis berharap mutu sumber daya manusia yang ada di Indonesia dapat meningkat dan sistem pendidikan kita tidak perlu muluk-muluk, dan tidak perlu melakukan pengubahan secara besar-besaran dalam meningkatkan kualitas pendidikannya karena di dalam konsep sistem yang dibuat tujuannya adalah baik dan pada umumnya cita-cita dari sebuah konsep adalah menuju kebaikan dan kebahagiaan, jika ingin mengubah yang pertama di ubah adalah manusia si pelaku kebijakan tersebut ketika pelaku sudah bekerja maksimal dalam mewujudkan cita-cita konsep itu dan tidak menghasilkan perubahan maka layaklah kita mengubah sistem. Di kemudian hari semoga konsep yang dibuat juga dapat mengubah si pelaku kebijakan dan mengubah secara signifikan kualitas pendidikan Indonesia.